Seminggu setelah aku resmi diwisuda, sebuah lowongan pekerjaan menjadi dosen kontrak langsung tersebar di berbagai grup, salah satunya grup dosen Indonesia. Di situ, ada formasi dosen PG-PAUD dan yang dibutuhkan adalah 1 orang dengan background S1-S2 PAUD, dan 1 orang dengan background S1-S2 Musik. Tanpa berpikir panjang, aku pun mengirimkan berkas untuk seleksi administrasi, di antaranya: ijazah S1, transkrip S1, ijazah S2, transkrip S2, serta Daftar Riwayat Hidup.
Tanggal 25 Agustus menjadi deadline terakhir pengiriman berkas dan pada surat edaran disebutkan akan dilaksanakan tes wawancara pada tanggal 27 Agustus hari Selasa. Sampai dengan Senin siang, tidak ada tanda-tanda siapa saja yang lolos wawancara dan kepastian kapan akan dilaksanakan wawancara. Hatiku sendiri mulai kalut, akankah aku nekat berangkat kesana meskipun belum tahu kapan jadwal wawancara itu dan mengingat jarak Jogja dengan Madura terpaut cukup jauh. Selain itu, hati kecilku juga belum siap untuk merantau jauh dari keluarga. Di sisi lain, ini kesempatanku yang tidak boleh di sia-siakan. Pengalaman pertamaku mendaftar dosen.
Setelah melalui pemikiran yang lama. Aku pun akhirnya memutuskan untuk berangkat ditemani oleh pacarku. Kami tidak punya tiket kereta, kami hanya bermodalkan keyakinan bisa beli tiket kereta di stasiun langsung. Okelah, siang ini kami siap dengan bawaan yang sangat sedikit, kami menuju ke Pusat Kota Jogja. Sebelum ke stasiun, aku terlebih dulu ke kampus untuk mengambil fotokopi ijazah dan transkrip yang sudah dilegalisir. Ngambil fotokopian ini juga dilalui dengan drama, dimana loket akademik baru buka jam 14 dan antrinya masyaallah panjang banget.
Setelah sabar sambil mangkel dalam hati, akhirnya pukul 15.00 berkas sudah di tangan, dan kami menuju stasiun Tugu. Sesampai di sana, tiket ekonomi sudah habis, tinggal eksekutif sancaka dengan harga 210.000 (wow banget kan). Ya, mau gimana lagi, terpaksa kita beli itu dua tiket dan kami dapat jadwal berangkat pukul 16: 55. Tepat pukul 16: 55, kereta pun datang dan kami langsung masuk ke gerbong eksekutif. Di situ kami langsung mencari nomor kursi dan menempatkan diri. Bedanya kelas eksekutif dan ekonomi adalah kalau di eksekutif kita disediakan bantal kecil dan sandaran kaki, jadi lumayan tidak terlalu capek perjalanan kali ini. Di tengah perjalanan, aku mengecek website UTM dan di sana tertulis bahwa wawancara diundur (entah sampai kapan). Disitu aku merasa kacau. Kita sampai di Gubeng pukul 22: 30 dan kami putuskan untuk bermalam di Stasiun.
Keesokan harinya, kami memutuskan untuk tetap ke UTM untuk mencari kepastian kapan wawancara akan dilaksanakan. Dengan menyewa go-car, kami menuju ke Pelabuhan Perak untuk menyeberang ke Madura. Tiket naik kapal fery adalah 5000 saja dan memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke Madura. Sesampai di Madura, kami kemudian naik angkot dengan membayar 10 ribu per orang dan turun di pertigaan UTM. Jarak pertigaan sampai UTM adalah sekitar 1,3 km dan lumayan jauh kami berjalan menuju ke sana karena tidak menemukan moda transportasi.
Sesampainya di rektorat, kami kemudian ke bagian kepegawaian untuk menanyakan kepastian jadwal wawancara. Dan lagi-lagi pihak kampus tidak tahu kapan akan dilaksanakan wawancara karena pendaftar yang mengirimkan berkas lumayan banyak. Dan yang kuingat waktu itu adalah bahwa salah satu bapak pegawai kepegawaian menyarankan untuk aku pulang dulu ke jogja karena belum pasti kapan wawancaranya dan saat itu pula aku memutuskan untuk kembali ke Jogja. Kami jalan lagi mencari angkutan umum menuju pelabuhan Kamal, dan di jalan kami bertemu bapak-bapak baik yang memberikan tumpangan sampai ke pertigaan tempat berkumpulnya angkot-angkot. Lalu kami naik angkot menuju Kamal dan langsung naik kapal fery lagi.
Turun dari kapal, kita bingung mau naik apa kalau ke terminal, karena kita tidak mungkin naik kereta api dengan kondisi mendadak seperti ini, jadi kami memutuskan untuk naik bus ke Jogja. Kami naik angkot menuju ke terminal Bungurasih. Di dalam angkot, kami ngobrol-ngobrol dengan ibu-ibu dari madura yang mau ke gersik. Dan kita menyadari kita salah naik angkot, harusnya naik DAMRI kalau mau ke terminal Bungurasih. Ya sudah kemudian kita turun di tempat yang diarahkan ibu-ibu setelah membayar 5.000 dan melanjutkan dengan bus kota. Kita langsung naik bus kota menuju terminal Bungurasih yang ada di Sidoarjo. Perjalanan lumayan memakan waktu sekitar sejam dengan ongkos 6.000 per orang. Sesampai di terminal, kami kemudian mencari bus patas jurusan Jogja, dan kita ketemu bus Eka.
Dua tiket bus Eka ditebus dengan harga 206.000 dan kita sudah berada di dalam bus. Menurut bapak kondektur, kita nanti sudah dapat fasilitas makan satu kali di RM di Ngawi. Busnya nyaman dan AC nya lumayan dingin. Selama perjalanan karena efek minum antimo, aku hanya tidur saja. Tiba-tiba ada nomor baru masuk memanggil di hp-ku. Pertama aku tolak, karena aku kadang ilfeel sama nomor baru masuk langsung telpon begitu. Kemudian untuk memastikan apa itu penting dan tidak, aku lalu mengirim pesan ke nomor tersebut. Dan ternyata nomor itu adalah nomor dari kepegawaian UTM. Beliau menyampaikan bahwa tes wawancara akan dilaksanakan pada hari Kamis pagi, dan sekarang hari Selasa sore, aku sampai di Kediri mau ke Jogja, dan what??? Aku harus balik Madura hari Rabu berarti. Dan ketika itu, aku langsung menelpon orangtua ku untuk memastikan apakah aku harus lanjut memperjuangkan UTM atau pulang saja. Mereka lebih membebaskan aku, sehingga ya sudah, sudah capek sampai sana, aku putuskan untuk lanjut dan langsung booking tiket kereta jayakarta premium dengan jadwal keberangkatan Rabu Malam pukul 22:00 WIB dari stasiun Tugu. Karena aku terjebak di bus, maka masalah pembayaran ke traveloka dibantu oleh saudaraku. Proses transfer selesai dan tiket sudah di tangan.
Pukul 22:00 kami tiba di Flyover Janti dan langsung memesan go-car untuk mengambil motor di Stasiun Tugu. Kemudian kami pulang ke rumah masing-masing.
…………………………………………….
Rabu malam, pukul 22.00 WIB, dengan kereta Jayakarta Premium, perjalanan ke surabaya sendiri pun dimulai. Kali ini aku hanya membawa satu koper (berisi baju putih, celana hitam, batik) dan ransel berisi laptop. Jadwal tiba kereta ini yaitu pukul 04.00 dini hari di stasiun Gubeng. Rencananya, esok hari aku akan mengikuti tes wawancara, maka malam ini yang kulakukan hanya tidur di sepanjang perjalanan. Slide materi dan persiapan pun aku kira hanya seadanya, berbekal tanya senior dan menampilkan apa yang aku kuasai, begitu pikirku.
Pukul 04.00 WIB, tibalah aku di stasiun Gubeng. Aku kemudian istirahat sebentar dan kemudian pukul 05.00 WIB aku memesan go-car untuk mengantarkanku ke Perabuhan Perak. Sesampai di Perak, sekitar pukul 05.30 WIB, sedikit menunggu, kemudian datanglah kapal fery. Perjalanan menggunakan kapal fery kira-kira memakan waktu 30 menit.
Sesampainya di Pelabuhan Kamal, aku dijemput oleh salah satu teman mahasiswa FKIS UTM. Darimana aku mengenal dia? Ceritanya, dulu ketika di pasca UNY aku ikut organisasi KMP. Nah kakak kelasku yg seorganisasi kebetulan berasal dari Madura, tapi Pamekasan. Nah melalui mbak Kutsiyah, dia biasa dipanggil, dia mencarikan kenalan mahasiswa UTM yang mau menjemput dan mengikhlaskan kosnya untuk aku tempati. Mungkin jika tdk bertemu mereka, aku juga bingung menginap dimana karena aku sudah searcing di traveloka, tidak ada penginapan/hotel/kos harian di sekitar kampus UTM.
Sesampai di kos Layyinah (teman mbak Kuts), aku kemudian membersihkan diri, sarapan, dan siap-siap untuk ke kampus. Aku diantar juga oleh mereka ke kampus. Subhanallah, aku dipertemukan dengan orang baik (meskipun baru kenal). Wawancara rencananya akan dimulai pukul 09.00 di Gedung rektorat UTM.
Setelah sampai di Gedung, aku kemudian menuju ke lt.4, mengisi presensi dan mendengarkan pengarahan terkait dengan teknis wawancara yang dilakukan tiap prodi. Ketika itu aku mendapat giliran nomor 2 (agak lupa). Teman-teman yang ikut wawancara/hadir sekitar 10 orang untuk prodi PAUD, dan nantinya hanya akan diambil 2 (1 dari background PAUD, dan 1 dari seni). Pikiranku ketika itu hanya ingin mencari pengalaman, karena sebelumnya aku benar-benar belum pernah mengikuti seleksi dosen.
Sambil menunggu giliran, kami sesama peserta juga ngobrol-ngobrol. Ada yang alumni UM, UNESA, UNJ, dan aku sepertinya yang paling jauh sendiri, haha. Oke, tiba giliranku untuk masuk. Tanganku ketika itu dingin, hati deg-degan, dan aku memulai dengan menyalami pewawancara yang terdiri dari dua orang, beliau adalah Pak Dekan FIP dan Pak Wakil Rektor 1.
Pertama-tama, aku diminta untuk mikro teaching memaparkan slide, sebelum memaparkan slide, terlebih dulu aku memberikan RPS dan RPP kepada beliau-beliau. Aku ajak beliau menyanyi/ice breaking (lagu naik delman, kalau gak salah) dan beliau-beliau mengikuti, disini aku sebenarnya menahan ketawa sih. Setelah itu aku mulai memaparkan materi (sebisaku aja). Dan biasa, belum sampai selesai udah di cut. Paling baru dapat 3 slide doang.haha.
Kemudian sesi wawancara, nah disini aku mulai grogi. Pak deni (WR 1) menanyakan kepadaku apa aku pernah ada pengalaman dosen/perdosenan? Aku jawab belum, wisuda aja baru kemarin pak. Ini pengalaman pertama saya. Terus ditanya motivasi jadi dosen apa, pantes gak kalau jadi dosen. Pantes gak pantes ini yang agak susah saya jawab sampai pak deni mencontohkan bahwa beliau sering dinilai mahasiswanya sebagai penyanyi daripada dosen. Kemudian tanya-tanya soal prestasi, pengalaman beasiswa (bidikmisi dan LPDP). Beliau sempat gak percaya kalau saya alumni bidikmisi. Sampai bilang, “bidikmisi kok penampilan seperti ini?” Saya jawab aja, kan menjadi dosen harus rapi pak, nah ini saya usahakan seperti saat ini.
Kemudian giliran Pak Dekan FIP (pak sulaiman) yang menginformasikan kalau gaji dosen kontrak UTM tuh gak banyak, tapi cukup buat kos dan hidup. Ya saya jawab aja gapapa pak saya coba, karena ya dulu sempat mengalami juga sih, memanage uang beasiswa. Beliau juga menanyakan apakah benar aku orangnya “to do list” banget? Ya aku jawab iya, untuk jangka pendek maupun panjang aku selalu punya target, dan beliau nanya apa ditulis? Ya ditulis pak, tapi di rumah, di kamar saya di Jogja.. dan beliau masih mengejar lagi, apa ada fotonya? Ada pak, untung saya pernah moto iseng-iseng.
Wawancara kemudian berakhir dalam waktu 15 menit saja. Padahal teman lain sebelum dan sesudahku cukup lama wawancaranya. Wawancara selesai, aku kemudian dijemput lagi oleh teman Lay ke kosnya.
Dua hari kemudian aku masih nginep di Kos Lay, karena aku menunggu pengumuman. Aku takut kalau kembali ke Jogja tiba-tiba disuruh ke UTM lagi. Setidaknya setelah ada kepastian pengumuman, aku bisa menentukan langkah selanjutnya, yaitu pulang atau mencari kos di sini.
——to be continued——